IZINKAN AKU MEMBERSIAPKAN PEMUDA ITU
Dewi Naura Vergustina
(Koordinator GG Junior)
Nama saya Dewi Naura Vergustina, lahir di Lumajang, 31 Agustus 1983. Menjadi guru SD sejak 2007 hingga sekarang. Dulu setiap orang tanya, pekerjaannya apa, saya selalu menjawab malu-malu dan lirih, tapi waktu mengajarkan saya bahwa guru adalah pekerjaan yang sangat mulia dunia akherat jika kita benar-benar bisa memaknai hakekat guru yang sebenarnya. Wanita adalah tonggak negara, jika wanitanya baik maka negaranya akan baik. Saya mempunyai pandangan bahwa baiknya suatu negara bukan di ukur dari majunya ilmu pengatahuan serta technologinya tetapi harkat dan martabat negara tersebut.
Tahun 2012 saya dimutasikan ke SDN 001 Balikpapan, dimana saat itu sekolah tempat saya ditugaskan sudah berpredikat sekolah adiwiyata tingkat kota. Ibunda Sri Hartuti, Kepala Sekolah saat itu mengamanatkan untuk menjadi koordinator bekerja bersama dengan koordinator Adiwiyata yang telah ada, sebenarnya timbul rasa sungkan sebagai orang baru kemudian diberiakn tanggung jawab baru, tetapi pesan Ibunda saya selalu terngiang-ngiang ditelinga bahwa sebagai bawahan haruslah merasa beruntung ketika pimpinan membutuhkan kita, artinya kehadiran kita bermanfaat. Dan mindset saya sudah terpatri bahwa apapun yang saya hadapi sekarang ada campur tangan Tuhan didalamnya, dan rasa tidak nyaman itu saya tepis semaksimal mungkin. Selama 3 tahun berjuang bersama rekan-rekan yang luar hebat, bersama-sama dalam mengembangkan program Adiwiyata dengan 4 komponen pencapaian, yaitu kurikulum yang berbasis lingkungan, kebijakan yang berbasis lingkungan, partisipasi dan saran prasarana. Ibu Rahmatia, selaku partner yang sigap di lingkungan, sementara saya lebih fokus menggerakkan anak-anak dan bermain dengan kurikulum yang saya integrasikan kedalam lingkungan. Sebagai guru baru, butuh waktu dan penyesuaian untuk bisa diterima dan sayapun butuh waktu untuk bisa mengikuti irama dirumah baru saya tetapi saya menganggap semua itu adalah proses, dan saya merasa sangat bersyukur berada di antara rekan-rekan di SDN 001 Balikpapan Selatan. Saya mencari cara yang efektif & efisien agar 4 komponen dalam pencapaian adiwiyata terpenuhi, bukan hanya saran dan prasarana saja yang baik dan terawat, tetapi juga pembiasaan serta pengimplementasian kurikulum yang berbasis lingkungan. Di tahun 2015, sekolah kami mendapatkan penghargaan tertinggi dibidang pendidikan lingkungan hidup yaitu “Adiwiyata Mandiri”. Alhamdulillah bisa melihat Istana Bogor, merasakan hardikan paspampres, daan surprisingly-nya, ternyata Bapak Presiden Jokowi kulitnya putih dan gagah lho. Pencapaian ini bukan semata-mata keberhasilan satu atau dua orang, tetapi ini adalah hasil usaha bertahun-tahun yang telah diawali oleh para pemimpin sebelumnya, rekan-re kan2, murid-murid serta para komite sekolah. Diwaktu yang bersamaan, saya mendapatkan penghargaan sebagai Koordinator Adiwiyata Terbaik Kota Balikpapan dari Bapak Rizal Effendi, selaku Walikota Balikpapan pada perayaan Hari Lingkungan Hidup 2015. Saya yakin ada rencana Tuhan disetiap kejadian yang kita alami. Disinilah titik balik perjuangan saya dalam bidang pendidikan lingkungan hidup.
Ketika piala Adiwiyata Mandiri ditangan, bukanlah akhir dari pencapaian, justru inilah awal dari sebuah kemandirian guru, siswa, komite dan sekolah dalam proses membentuk karakter siswa. YES, KEMANDIRIAN. Dan proses itu sudah kami jalani selama 2 tahun. Tugas utama saya dalam proses kemandirian diri saya sendiri adalah mentransformasikan budaya baru dimana peserta didik mampu menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan & memberikan tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan sehingga mampu membawa siswa berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Dan hal ini saya awali dari kelas saya. Di kesempatan ini saya lebih senang berbagi cerita yang semoga bisa menginspirasi rekan-rekan maupun anak-anak saya, karena kita tidak pernah tahu dititk mana kita bisa menginspirasi orang lain (Muhammad Kamaludin)..
Tahun 2013 saya di undang lokakarya yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur, dengan agenda “Implementasi Program Kota/Kabupaten Layak Anak Di Kalimantan Timur dengan Mengacu pada Indikator Pengembangan Kota Layak Anak di Indonesia”. Saya satu-satunya guru di Kalimantan Timur yang mendapat kesempatan ini, bersama dengan Sdr Pandu Dharma Wicaksono yang saat itu menjadi Ketua Forum Anak Balikpapan. Duduk satu meja dengan para pemimpin rakyat, anak-anak hebat berprestasi membuat saya termotivasi untuk bisa mengambil bagian dalam proses pembangunan Indonesia kedepan. Anak bukanlah simbol “kerepotan” tetapi anak bisa menjadi motor penggerak dahsyat untuk keluarganya. Jika keluarga setiap anak mengalami perbaikan dalam hal kepedulian lingkungan, itu artinya akan berbanding lurus dengan perbaikan kota dan negaranya. Pesan inilah yang saya bisa serap dan coba saya maknai dalam kegiatan pembelajaran saya di dalam kelas. Perlahan-lahan siswa dikelas saya, saya latih untuk pandai berbicara di muka umum, santun dalam berbicara kepada orang tua khususnya jika ingin menegur orang tuanya yang merokok di dalam rumah yang nyata hal itu merampas hak anggota keluarga lainnya untuk mendapatkan udara bersih. Anak-anak saja ajak mengamati kondisi rumahnya masing-masing, saya meminta mereka mendata hal-hal apa saja yang mereka anggap kurang sehat/kurang baik. Saya memakai anak murid sebagai agen perubah perilaku hidup sehat bukan hanya untuk teman sebayanya tetapi juga untuk keluarganya, dan ini saya anggap sangat efektif. Pendekatan kepada orang tua murid selalu saya lakukan dari hati ke hati, berharap meminimal salah paham dan mempererat silaturahmi antara saya sebagai orang tua di sekolah dan wali murid sebagai orang tua di rumah.
Gambar : Mendampingi Anak didik dalam kegiatan Lokakarya
Green Generation Indonesia adalah organisasi lingkungan kepemudaan yang sejak berdiri ditahun 2009 lebih berfokus kepada siswa SMP dan SMA. GGI originally adalah organisasi lokal di Kota Balikpapan, dan sekarang telah mencapai 113 Kota di Indonesia. Jika gerakan ini muncul karena adanya program Adiwiyata kerjasama Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Pendidikan, Kementrian Keagamaan dan Kementrian Kesehatan maka selayaknya Green Generation Indonesia ini menjadi perhatian serius oleh ke 4 Kementrian tersebut. Tahun 2015 secara officially saya diberikan kepercayaan oleh Presiden GGI, Pandu Dharma Wicaksono sebagai Board of Advisor GGI
Gambar : Bersama Kepala Sekolah dan Dokter Kecil SDN 006 Balikpapan Selatan
Masih ingat dalam ingatan saya, ditahun 2014 ketika saya menggagas Edukasi Mangrove untuk anak didik saya di kelas V. Karena sering bertemu dengan rekan-rekan dari Kementrian Lingkungan Hidup Ekoregional Kalimantan yang berkantor di Balikpapan, Bapak Nugie yang waktu itu memberikan angin segar kepada saya untuk mengajukan proposal kegiatan PLH ke KLH Ekoregional Kalimantan. Pada waktu itu, KLH Kalimantan membantu armada bus 4 untuk kapasistas 120 siswa, 10 guru pendamping dan 20 komite kelas. Saya diarahkan untuk mengajak anak-anak ke Konservasi Mongrove Margomulyo yang merupakan kawasan binaan KLH. Koordinasi saya lakukan H-7 dengan Bapak Agus Bei, selaku pemerhati dan penggerak ekonomi masyarakat berbasis mangrove di Mangrove Margomulyo. Berpetualang di Mangrove dengan perahu, adalah pengalaman yang bermakna. Melihat betapa anak-anak feel excited ingin mengeksplorasi Mangrove, seperti suplement untuk bathin saya. Kesulitan pra kegiatan tidak sedikit, tapi saya selalu optimis bahwa akan selalu ada jalan jika kita sungguh-sungguh. Semua saya anggap tantangan, dan harus ditaklukan. Selama kegiatan edukasi mangrove, anak-anak saya berikan lembar observasi sebagai tolak ukur keberhasilan program ini dan akan menjadi dasar analisa saya untuk kegiatan berikutnya. Saya bersama Bapak Agus Bei juga memjelaskan kepada siswa betapa besar peranan mangrove bagi manusia dan suatu kota.
Gambar : Mengajar peserta didik berkeliling mangrove
Selama kegiatan edukasi mangrove, anak-anak saya berikan lembar observasi sebagai tolak ukur keberhasilan program ini dan akan menjadi dasar analisa saya untuk kegiatan berikutnya. Saya bersama Bapak Agus Bei juga memjelaskan kepada siswa betapa besar peranan mangrove bagi manusia dan suatu kota.
Keterlibatan saya di kegiatan sosial kemasyarakatan semakin membuka wawasan dan kesempatan saya untuk terus berbuat, saya terus mencari kesempatan & celah dimana terbuka kerjasama antara pihak sekolah dengan corporate & NGO. Salah satunya adalah mengadakan pelatihan pengembangan kepribadian “Seven Habits” di sekolah tempat saya mengajar dengan peserta para guru di sekolah saya dan sekolah binaan serta para orang tua murid (komite sekolah). Membuat kebijakan itu mudah, tetapi merubah paradigma seseorang itu tidak mudah, tetapi bukan hal yang mustahil asal kita lakukan semua dengan penuh kesabaran, ini adalah proses yang harus saya tempa dalam proses pendewasaan karier saya. Saya sadar sepenuh hati bahwa kami sebagai pendidik tidak bisa mengubah budaya, tetapi kami harus mengundang orang untuk mengubah budaya melalui perilaku mereka sehari-hari.
Tahun 2015, melalui suatu kesempatan cross culture Jepang Indonesia disekolah, saya bertemu Ibu Indriyani, mahasiswa doctoral Kitakyushu University, Jepang yang saat itu sedang melakukan penelitian tentang pendidikan lingkungan hidup di Balikpapan. Ibu Indriyani yang menghidupkan semangat saya untuk melanjutkan kuliah lagi, waktu itu beliau hanya bilang bahwa ada beasiswa dari LPDP. Saya yang buta tuli mengenai beasiswa dan terbilang nekat, tiba-tiba saya ingin ke kantor LPDP di Jakarta. Berangkat dengan pesawat pagi, sampai di Jakarta jam 9 pagi, dan tanpa tahu utara selatan berbekal modal alamat kantor LPDP di secarik kertas, saya NEKAT datang ke kantor Kementrian Keuangan RI. Sesampai disana dengan polosnya saya sampaikan niatan saya ingin mendapatkan informasi beasiswa dan petugas disana memberitahukan bahwa segala sesuatunya berbasis online jadi saya bisa mengakses melalui internet. Saya hanya mendapatkan senyum dan selembar brosur beasiswa. Sore harinya saya langsung kembali terbang ke Balikpapan. Jika difikir-fikir saya hanya membuang uang, tetapi mungkin inilah proses belajar saya. Tetap konsisten membangun gerakan-gerakan peduli lingkungan sembari menyiapkan persiapan pengajuan beasiswa dengan tujuan utama adalah saya ingin belajar dan berbuat lebih untuk anak-anak didik saya sekaligus menjadi tauladan bagi anak saya kelak.
Membawa anak-anak ke kebun kangkung Rutan, dan laut di depan sekolah adalah salah satu hal yang saya gemari dan sepertinya anak-anakpun senang. Melihat hal ini, timbul keinginan untuk membentuk komunitas sahabat pohon di sekolah dan saya awali dari kelas saya. Setelah melakukan pengamatan, siswa saya ajak bermain peran menjadi daun. Jika mereka terlahir sebagai daun, maka ingin menjadi daun apakah mereka? Dan hal pemikiran serta keputusan mereka itu, saya meminta siswa untuk menggambarkannya dalam kertas HVS yang ditempel di kardus bekas,kemudian di hias dengan pembungkus makanan dari pemilahan samapah di sekolah maupun dirumah. Dan hasilnya adalah LUAR BIASA. Semua diluar dugaan saya, dan hal ini semakin menyadarkana saya bahwa setiap anak itu mempunyai potensi, jika cara kita benar dalam menggali potensi tersebut, maka anak akan menjadi semakin terasah. Penilain tidak berpusat kepada hasil mading daur ulangnya bagus atau jelek tetapi adalah proses yang mereka lakukan hingga mampu mengambil keputusan ingin menjadi daun apa.
Gambar : Berkebun bersama peserta didik
Gambar : Green Generation Melakukan Pembelajaran Outdoor Learning di Pesisir Pantai Balikpapan
Ini adalah contoh hasil karya anak-anak dalam mementukan hidup keduanya menjadi daun. Benar-benar membuat saya terkejut, ternyata mereka merangkaikan semua pengetahuan yang pernah saya sampaikan seperti bagaimana pohon berperan menghasilkan oksigen untuk menusia, ternyata proses mengajar itu bukan hanya buat siswa tetapi juga proses belajar buat sang guru. Setiap ada kesempatan saya suka berdiskusi dengan sdr.Pandu mengenai Green Generation Indonesia kedepannya akan dikembangkan seperti apa dan bagaimana cara kami untuk bisa merangkul adek-adek para pelopor gerakan peduli lingkungan yang ada di 103 kota di Indonesia. Tahun 2017 Green Generation Indonesia mencoba menjawab tantangan untuk mengembangkan ke arah yang lebih spesifik dengan klasifikasi usia yaitu mencetuskan gerakan Green Generation Junior Kota Balikpapan untuk siswa usia sekolah dasar antara 9-12 tahun. Saya dipercaya sebagai pembina Green Generation Junior Kota Balikpapan, dalam usia kami yang masih 1 bulan, sudah ada -/+ 20 sekolah dasar yang tergabung dalam GG Junior. Saya berkomitmen untuk membantu para rekan-rekan guru bagaimana cara mengimplementasikan lingkungan kedalam kurikulum /mapel. Penerapan kurikulum 2013 yang akan serentak dilaksanakan kembali tahun 2018 ini, saya yakin akan sangat mendukung dalam hal menciptakan atmosphere pendidikan lingkungan, karena kurikulum 2013 lenihdari 60% adalah bermuatan lingkungan. Harapan kami keluarga besar GGI adalah GG Junior ini akan menjadi virus baru di Indonesia dan mewabah ke banyak kota seperti halnya GGI. Saat ini saya sedang mempersiapkan
Gambar : Hasil Karya Green Generation Junior
Di bulan Januari 2016, Ibu Indriyani menghubungi saya untuk mengajak saya untuk membuat penelitian berkolaborasi dengan Prof.Kodama Yayoi dari Kitakyushu University, Jepang dengan judul “The Role Play Simulation as Transformative in Environmental Learning in Balikpapan, Indonesia” dan murid kelas saya sendiri yang menjadi objek penelitian. Jurnal penelitian ini saya presentasikan di First International Conference Indonesia-Japan Network on Implementation Education for Sustainable Development by JIN-ESD di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Dalam waktu yang bersamaan, saya bersama sdr.Pandu juga mengsosialisasikan tentang Green Generation Indonesia. Mostly speechless para pendengarnya, pemuda yang masih sangat belia tetapi semangatnya sangat membara dalam berperan aktif membangun generasi muda Indonesia. Saya merasa bersyukur berada dalam lingkaran positive ini.
Education for sustanaibility saat ini menjadi new trend di dunia pendidikan Internasional, Adiwiyata dan kurikulum 2013 adalah produk dari kebijakan PBB mengenai pendidikan lingkungan hidup. Latar belakang saya sebagai guru SD sejak 2007 dan berkecimpung dalam bidang pendidikan lingkungan hidup sejak 2012, memotivasi pribadi saya untuk terus belajar meningkatkan kompetensi supaya saya bisa berbuat lebih dari yang saya perbuat sekarang. Proses panjang ini adalah serangkaian perjalanan kisah saya sebagai pribadi dalam meraih mimpi-mimpi saya.
Bulan September 2015, Saya didaulat sebagai Official Educational Ambassador FableVision & Reynolds Center for Teaching Learning Creativity di Indonesia. Dan ini adalah suatu kebanggan bagi saya sebagai WNI bisa menjadi Duta Pendidikan untuk FVL Boston. Dipercaya sebagai Duta Pendidikan oleh Fable Vison Learning (FVL) dan The Reynolds Center for Teaching Learning and Creativity Boston, US adalah rencana Tuhan yang saya yakin Tuhan punya rencana besar untuk Indonesia melalui saya. Di FVL, kami berkumpul dengan para pendidik dari 117 negara, saling berbagi ide kreatif secara online dan sebagai aktivist lingkungan rasanya tidak afdol jika saya tidak membawa isu lingkungan kedalam komunitas baru saya. Jika para ambassador FVL senang mengencourage siswa untuk cinta membaca komik bergambar, maka saya membuat programs “green comics” yang telah saya ajarkan kepada siswa siswi kelas saya terlebih dahulu. Semoga wabah green generation junior ini bukan hanya menjadi virus positiv untuk Indonesia, tetapi juga rekan-rekan saya sesama aktivist di FVL. Kita tidak pernah tahu akan menjadi apa kita 15 tahun kedepan, yang terpenting sekarang adalah terus berbuat, fokus pada pencapaian dan lilahitaallah karena mengharap ridho Allah. Jika orang cakap MLM menjual barang, maka saya ingin sekali mengajak rekan-rekan guru untuk membuka hati, bahwa tugas kita teramat sangat mulia, jika ilmu kita barokah inshallah pahalanya melahir seperti halnya bonus mengalir dalam sistem MLM. Setiap kebaikan itu dicatat, semoga kelak ilmu-ilmu bermanfaat inilah yang akan mampu menarik kita kedalam surga Allah, amin.
Berikut foto hasil green comics yang saya gagas ditahun 2015. Saya namakan green comics karena gambaran mereka bercerita tentang isu-isu lingkungan
Gambar : Green Generation Junior Menunjukkan hasil karya mereka
Pada bulan September 2015, pertama di Borneo dan kedua di Indonesia saya secara personal mengadakan perayaan International Dot Day, dengan membawa 100 anak binaan, 300 siswa & 30 sukarelawan di komunitas Muda Mengajar, di Pusat Konservasi Beruang Madu km 23 Balikpapan. Dari kegiatan ini, saya berkesempatan membawa nama Kota Balikpapan dikenal di Boston, USA. Kebahagiaan tak ternilai mampu menginspirasi anak-anak dari keluarga kurang mampu dan sebagian adalah anak yatim piatu. Siswa kelas sayapun merayakan hari dot day, dengan mengadakan pemutaran video berjudul Vasthi serta membuat gambar yang berawal dari titik. Disini saya melihat perbedaan antara sistem pendidikan di Indonesia dan US. Di US karya anak, baik atau buruk mereka tetap mendapatkan apresiasi, di Indonesia masih belum seperti itu. Kegiatan lingkungan sayapun menjadi viral perbincangan dikalangan para ambassador FVL, bahkan Paul Reynolds dan Peter Reynolds sebagai Founder Fable Vision Learning, selalu memberikan apresiasinya dan memanggil saya green dot. Mimpi saya adalah membawa green generation kedunia International.
Ini adalah hanya sebagian kecil kegiatan lingkungan yang saya lakukan, yang saya mulai dari kelas saya, kemudian menular dilakukan seluruh siswa disekolah saya, dan sekolah-sekolah lain. Banyak orang melihat sebelah mata bahkan mencibir, tapi Wallahi hal itu tidak menggoyahkan hati saya untuk terus berbuat. Sudah menjadi lagu dunia ketika kita berbuat baik, selalu saja akan ada ujian mengikuti.
Gambar : Syahrul berfoto dengan karyanya
Ini adalah Sayhrul, murid saya yang kurang dalam hal akademik bahkan terkesan tertutup. Tapi saya melihat bagaimana dia bersemangatnya ikut dalam kegiatan ini, Subhnallah betapa saya bahagia melihat tulisan dia “don’t be afraid of dreaming”, itu artinya sugesti dari video vashti masuk ke otak bawah sadarnya. Semenjak itu, Syahrul berubah menjadi anak yang periang, dan bersemangat belajar. Bisa dibayangkan bagaimana bahagianya seorang Ibu melihat sang anak berubah menjadi baik, hati Ibu kedua yang selalu ikut bahagia manakala anaknya jiwanya bertumbuh. Kegiatan ini saya ulangi ke bulan berikutnya, dan tetapi saya mix antara dot dan green comics. Menyenangkan, jiwa sayapun ikut tumbuh.
Kegiatan Green Generation Kota Balikpapan yang masih berusia bayi saya anggap sudah luamayan banyak, dsini saya mengambil sekolah tempat saya mengajar sebagai Pilot Project atau sekolah percontohan bagi sekolah-sekolah lain. Kurikulum di SDN 001 Balikpapan Selatan sudah terintegrasi kedalam lingkungan. Untuk kelas 1 siswa diajak belajar pembibitan di KRB, siswa kelas 2 belajar tentang pepaya mini Balikpapan di kebun pepaya Manggar, siswa kelas 3 akan belajar tentang mangrove, siswa kelas 4 yang saya adalah salah satu walin kelasnya adalah belajar tentang tanaman endemik Kalimantan dengan tema mengenal hutan Kalimantan dan siswa kelas 5 belajar tentang manfaat pohon serta bermain peran sebagai pohon di Kebun Raya Balikpapan. Saya beruntung berkumpul dengan rekan senior yang saya anggap semuanya handal dalam kegiatan lingkungan dan layak untuk menjadi panutan.
Gambar : Pelantikan Green Generation Junio
“Intelligence plus character – that is the goal of true education”. Rev. Martin Luther King Jr.
Kepandaian yang berkarakter adalah tujuan dari pendidikan yang sesungguhnya, bukan hanya mengajarkan ilmu mapel saja, tetapi guru adalah pembangun mental dan karakter siswa. Pembangunan karakter menurut saya bukan melalui nasehat lisan saja, tetapi ajak anak untuk melakukan kegiatan yang mampu membentuk karakter yang ingin dicapai. Jika hal ini kita lakukan secara terus menerus, maka akan menjadi kebiasaan baru dan tentu saja perlahan-lahan menjadi karakter baru. Contoh sederhana yang saya lakukan adalah mengajak siswa kelas saya, mengumpulkan uang yatim piatu 1000 atau bahkan 500 rupiah setiap hari jumat. Tidak ada batasan berapa lama, yang pasti ketika uang tersebut terkumpul sampai 500 ribu rupiah, anak-anak yang saya bagi kedalam 4 kelompok, saya ajak ikut ke panti asuhan untuk melihat saudara mereka yang tidak seberuntung mereka. Dalam setahun, 4 kelompok itu harus ke panti asuhan, ini semacam target pribadi saya. Apakah kegiatan ini akan membentuk karaakter anak? Saya yakin 100% iya. Bayangkan jika kebaikan yang kita tanamkan, terus dilakukan oleh anak murid bahkan mereka tularkan. Betapa bahagianya kita sebagai guru, mempunyai kesempatan mendapatkan amal jariyah dari setiap kegiatan yang kita lakukan. Terkesan repot, ribet, rempong dsb, ya dinikmati aja. Mau belajar di kelas sajapun akan terkesan repot dan ribet jika kita tidak ikhlas dalam mendidik murid kita. Membawa 150 anak naik perahu menyusuri mangrove hingga muara ya pasti repot, capek ribet dsb, tapi ribetnya itu mendatangkan keberkahan dalam hidup kita. Sekarang pilih mana ? Ribet tapi siswa bosan, atau ribet tapi siswa merasa senang dan kesenangan siswa sebenarnya adalah toalk ukur keberhasilan guru juga. Jangan merasa bangga mampu menghukum siswa dengan scors tidak boleh masuk kelas dsb, tapi ada guru yang puas jika siswanya mendapatkan nilai 20 bahkan mencemooh didepan kelas. Apakah pernah terlintas dibenak guru, betapa cara guru yang membuat malu siswa itu justru menjadi awal kemunduran siswa? Bagaimana jika hal itu tersugesti dan masuk kedalam alam bawah sadar mereka? Tidakkah kita sebagai pendidik merasa berdosa?.
Murid yang konon lebih patuh kepada guru daripada orang tua, menurut saya ini adalah moment baik dan menguntungkan bagi seorang guru. MANFAATKAN. Bawa anak didik kita kedalam situasi dan kondisi dimana mereka akan sadar bahwa masalah-masalah lingkungan disekitar mereka adalah hasil dari perilaku mereka, dan tuntun siswa untuk mencari solusi dari masalah lingkungan tersebut. Manfaatkan peran kita sebagai guru untuk membentuk karakter siswa agar berbudaya lingkungan serta mengenal perilaku hidup bersih sehat. Terlepas dari program yang ada, setidaknya awali dari kelas kita dahulu, buat kelas menjadi kelas yang menyenangkan, perlahan ajak anak belajar dari hal yang kecil mengenai lingkungan, setiap hari dilakukan Inshallah akan menjadi sebuah karakter. Kita mungkin tidak bisa melihat hasilnya sekarang atau sebulan kemudian tetapi mari kita lihat 10 tahun kedepan.
Gambar : Bersama Ketua Green Generation Balikpapan, Pembina Green Generation, Asisten I Presiden Green Generation Berfoto bersama Walikota Balikpapan
Begitu juga dengan apa yang dilakukan oleh GGI maupun GGJ, sekarang fokus untuk berbuat saja terus menerus, hasilnya kita percayakan kepada Tuhan YME. Mungkin tidak sekarang, tapi 5, 10 atau bahkan 25 tahun kemudian, bisa jadi GGI maupun GGJ menjadi gerakan perubah perilaku anak Indonesia menjadi calon-calon pemimpin bangsa.
Sebelum mengakhiri tulisan saya ini, sedikit saya ingin berbagi cerita dari perjuangan saya mendapatkan beasiswa. Tahun lalu saya mendaftar 4 beasiswa yaitu Turkey scholarship, New Zealand Scholarship, LPDP Scholarship dan Fullbright Scholarship. Essay yang saya buat untuk apply beasiswa tsb adalah seluruh kegiatan-kegiatan yang dulu saya anggap kecil tetapi inilah bukti bahwa setiap usaha berbanding lurus dengan hasil. Saya mendapatkan beasiswa bukan dari kegiatan orang yang saya claim atau saya mencuri ide orang lain, tidak mudah menghadapi para interviewer yang hampir semuanya adalah Profesor serta psikolog dari universitas termana di Indonesia. Setiap kebohongan yang coba kita tunjukkan, akan sangat mudah terbaca oleh mereka. Maka dari itu, hargailah kegiatan kita sendiri walaupun itu masih berskala kecil tetapi orisinil. Tidak mudah mendapatkan beasiswa tetapi semua itu bukan hal yang mustahil jika kita sungguh-sungguh dan berjuang tanpa henti. Alhamdulillah, puji syukur saya lulus dua beasiswa yaitu LPDP Kementrian Keuangan RI dengan tujuan Wageningen University, Belanda jurusan Enviromental Science minor environmental education. Terima kasih kepada Bapak Susetio Nugraha (Nugie), Bapak Sasmita Nugraha dan Bapak Tri Bangun Laksana yang dalam hal ini memberikan dukungan serta surat rekomendasi untuk proses beasiswa LPDP ini.
Gambar : Dewi Foto para penerima Beasiswa LPDP
Beasiswa kedua yang saya dapatkan adalah Fulbright scholarship dari pemerintah Amerika Serikat. Masih ingat dalam proses interview di Konjen Kedutaan Besar USA di Surabaya ketika salah satu panelis (penguji) bertanya bagaimana nanti saya dalam menghadapi culture shock di Amerika, karena perbedaan sistem pendidikan di USA dan Indonesia sangat jauh. Dengan sangat optimis saya sampaikan bahwa I am very easy ging person, I never worry about how I will adaptation in US, I am just worry about TOEFL iBT and GRE score, spontan mereka tertawa didalam ruangan itu. Saya sampaikan bahwa saya adalah orang yang mudah sekali bergaul, dan tidak khawatir dengan perbedaan budaya, justru yang saya khawatirkan adalah hasil test GRE dan Toefl ibt nya, ya mungkin terdengar terlalu terbuka menjawab, tapi jawaban saya itu diberikan aplous dan salah satu panelis dari Amerika bilang “you are very positive person” wow alhamdulillah senang sekali rasanya di cap sebagai orang yang berfikiran positive. Paul Reynolds sebagai Founder FVL memberikan surat rekomendasinya dari Boston kepada Aminef dalam hal ini yang mengurus segala hal mengenai beasiswa ini. Dalam beasiswa ini, saya diberikan kesempatan untuk memilih 4 universitas sesuai dengan minat jurusan. Pilihan saya adalah Portland State University dengan jurusan Educational Leadership for Sustainability, Western Washington University jurusan Environmental Education, Florida Altantis University jurusan Environmental Education dan terakhir adalah Southern Illinois University jurusan curriculum and instruction. Bukan saya serakah dalam hal ini, tetapi saya hanya ingin memaksimalkan usaha dalam mengamankan mimpi-mimpi saya. Saat ini saya dalam proses menunggu surat penerimaan dari universitas di USA. Diakhir tahap, saya pasti harus memilih, mau memilih kuliah dengan pendanaan LPDP ataukah Fulbright. Untuk LPDP, saya juga mendapatkan letter of acceptance dari Waikato University di New Zealand, serta Maqcuarie University di Sydney Australia + beasiswa ASEAN dari universitasnya. Apapun pilihan saya nanti, poin utamanya adalah saya ingin belajar untuk lebih mengambil peran dalam membangun negara saya tercinta Indonesia.
Sekarang hal yang harus saya lakukan adalah memikirkan matang-matang hal apa saja yang harus saya persiapkan untuk GGI maupun GG Junior, saya berkomitmen penuh untuk mengembangkan organisasi ini, walaupun nanti saya tidak akan di Indonesia, tetapi saya akan tetap mengawal dan seluruh ilmu yang saya dapat di negeri orang nanti, akan langsung saya transfer melalui wadah ini. Bahkan dalam hati kecil saya, ingin sekali kedepan saya membina adek-adek GGI diseluruh Indonesia dalam proses mendapatkan beasiswa, saya ingin mengambil peran dalam menghantarkan calon pemimpin Indonesia Emas yang pastinya sadar dan berbudaya lingkungan. (next dream)
Semoga sedikit kisah ini mampu menginspirasi adek-adek GGI di seluruh Indonesia, atau mungkin guru maupun aktivist lingkungan atau siapapun yang membacanya, satu hal sellau tanamkan dalam hati yakinlah kebaikan tidak akan sia-sia. Setiap kesulitan yang kita hadapi, itu merupakan sebuah proses yang memang harus kita jalani, tidak ada jalan lain kecuali kita hadapi. Belajar dari kesalahan dan mampu membaca situasi, serta belajar berkomunikasi dengan baik. Saya tidak pernah menyangka, dari kegiatan yang saya lakukan mampu membawa saya bertemu dengan Paul Reynolds maupun Bapak Tri Bangun, dan mereka turut andil dalam membangun karakter saya. Jika orang bertanya, apa lagi sih yang ingin dilakukan, PNS sudah, berkeluargapun sudah, apakah tidak cukup? Ijinkan melalui tulisan ini saya menjawab bahwa setiap orang dilahirkan dengan jalan hidup yang berbeda, saya tetap ingin bersentuhan dengan siswa karena itu adalah ladang ibadah dan amal jariyah saya, tetapi dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan dengan kuliah diluar negeri, saya ingin berbuat lebih dari yang saya lakukan saat ini. Saya ingin bisa berbagi lebih banyak lagi, ingin menyentuh lebih luas lagi, ingin menjadi kebanggaan bagi anak-anak saya nanti, panutan bagi murid saya serta mengambil peran untuk persiapan 100 tahun kemerdekaan Indonesia yaitu menuju Indonesia emas 2045.
Terima kasih mama telah menjadi panutan dalam hidup saya, yang selalu percaya ketika tidak semua orang meragukan kemampuan saya, terima kasih Mas Arif yang dengan sabarnya menerima segala kesibukan serta ketidaksempurnaan saya sebagai pendamping, Nanda dan Rizky yang senantiasa menjadi penguat hati dan selalu mengirimi saya email tentang materi Toefl ketika saya down karena harus mengulang sampai 3x untuk test Toefl, rekan-rekan di SDN 001 Balikpapan Selatan yang membimbing saya dengan sabar, Ibu Sri Hartuti serta semua yang tidak saya bisa sebutkan satu per satu.
“Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama adalah pencapaian tertinggi saya, penuh tantangan tetapi semua saya hadapi dengan semangat untuk terus berbuat kebaikan”
“Jika Soekarno hanya meminta 10 pemuda untuk merubah dunia, ijinlah saya mempersiapkan calon-calon para pemuda itu”.